Tulisan ini didedikasikan kepada almarhum sepupu perempuan saya yang meninggal 3 tahun yang lalu karena penyakitnya yang tak diketahui, kami terus berdoa kamu kekal abadi bersama dengan-Nya di sana.
MAMASA -- Tanah kelahiran saya, yaitu Sumarorong Kabupaten Mamasa (Sulbar) sangat terkenal dengan ilmu-ilmu magisnya dan tradisinya yang unik, bahkan beberapa tahun yang lalu di daerah saya orang bisa menjalankan orang mati (mayat) dengan hanya membaca mantra dan mungkin sampai sekarang pewaris ilmu-ilmu demikian masih ada, selain ilmu menjalankan mayat masih banyak ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu hitam yang mencelakai orang hingga meninggal dunia.
Tulisan ini jujur bagi penulis sangat berat untuk merangkainya dalam sebuah tulisan namun ini sebagai bagian dari cara penulis mengenang salah satu sanak keluargaku sebut saja Y yang pada akhirnya menutup usia karena penyakitnya yang tak kunjung sembuh selama 5 tahun diderita, sebuah penyakit yang benar-benar mengerikan. Dokter yang paling terkenal di makasar sekalipun hanya bisa geleng-geleng kepala saat keluargaku memberi kepercayaan untuk menanganinya. Masih teringat saat mendiang masih dalam keadaan sehat ia terakhir bertemu dengan saya waktu saya duduk di bangku SMP kelas 3 dan ia juga masih kerja di Makassar, ia pun bertemu dengan saya karena kebetulan ada acara keluarga di kampung sehingga mengambil cuti kerja. Kalau tidak salah ia di kampung hanya 1 minggu. Habis itu ia lalu pulang ke Makassar kembali. Singkat cerita tak terasa 2 bulan setelah ia pulang ke Makassar keluarga dapat kabar kalau si Y sakit dan mau pulang ke kampung tapi waktu itu si Y masih kuat. Sakitnya masih bisa kompromi. Akhirnya ia memutuskan pulang ke kampung. Setelah 8 jam di bus menempuh perjalanan dari Makassar ke kampung halaman, akhirnya si Y pun tiba, dan ia langsung ke rumah saudara yang kebetulan dekat dari rumah penulis.
Setelah sampai di kampung, si Y melakukan pengobatan medis dengan obat RS seadanya karena dipikirnya itu penyakit biasa-biasa saja karena badannya hanya panas. Setelah 3 hari mengonsumsi obat dari dokter, ternyata tidak ada perubahan, malah panasnya ke seluruh tubuh dan ia pun sering gemetaran. Keluarga pun mulai panik melihat kondisi si Y. Akhirnya diputuskan untuk rawat inap. Setelah 2 hari rawat inap, setelah diperiksa ternyata kondisi badan si Y normal, tapi anehnya ia merasakan panas yang luar biasa. Keluarga pun dibuat resah dengan keadaan itu, resah bercampur bingung memikirkan langkah selanjutnya. Akhirnya si Y bilang kita keluar saja. Keluarga pun mengiyakan. Akhirnya ia dibawa pulang ke rumahnya. Setelah sampai di rumah, beberapa keluarga sudah mulai membicarakan proses pengobatan si Y. Banyak ide yang mulai bermunculan, termasuk pengobatan lewat orang tua-tua (sejenis dukun). Juga ada yang menyarankan dibawa ke Makassar kembali ke RS yang elit. Akhirnya keluarga memutuskan melakukan pengobatan orang tua-tua sementara. Yang memberikan pengobatan tersebut adalah nenek dari keluarga kami juga. Alhasil beberapa hari ia merasakan sedikit nyaman panasnya sudah mulai berkurang.
Hanya berselang beberapa hari saja merasakan kenyamanan penyakit itu kambuh lagi dan katanya badan dia tiba-tiba semakin panas dan rasa panas itu berpindah-pindah serasa ada yang mengendalikan bola panas di dalam tubuhnya. Mendengar pernyataan itu keluarga semakin panik dan sudah mulai berpikir yang sudah mengarah pada hal-hal yang magis. Akhirnya nenek yang sering mengobati dia pun mulai menyimpulkan bahwa nampaknya penyakit ini dikirim orang. Setelah malam hari, di saat kondisinya si Y agak membaik, ia mulai ditanya sama nenek, “Apa kamu pernah menyakiti cowok atau orang lain atau teman dekatmu?” Si Y bilang tidak pernah sama sekali. Pertanyaan itu berulang kali namun jawab si Y memang tidak pernah. Keluarga semakin bingung dan sudah bingung mau melakukan pengobatan seperti apa, sementara penyakit yang diderita si Y kok semakin hari semakin aneh-aneh saja. Bagaimana tidak, panasnya tinggi serasa dibakar dan kulit kaki mulai sedikit mengelupas dan itu terus menjalar ke mana-mana. Kejadian ini semakin menguatkan pernyataan bahwa ini memang penyakit yang dikirim orang. Setelah sebulan berlalu, si Y semakin parah keadaannya. Tubuhnya sudah mengelupas banyak, mengelupasnya persis dengan kulit telur bagian dalam kalau direbus, dan itu sudah memenuhi tubuhnya. Sebuah proses penyakit yang sangat cepat.
Tapi karena beberapa keluarga juga masih menganggap bahwa ini sejenis kanker kulit akhirnya diputuskan untuk membawanya ke spesialis kulit di Makassar, sebuah proses panjang yang cukup melelahkan. Si Y hanya menuruti apa saja yang disarankan keluarga.akhirnya tak pikir panjang beberapa keluarga pun pergi mengantar ke Makasar, Setibanya di Makassar ia langsung dibawa ke rumah dokter spesialis kulit yang paling terkenal di Makassar, tidak lagi ke RS karena waktu itu keluarga dan si Y tiba jam 7 malam rumah dokter sepi pengunjung. Setelah si Y keluar dari mobil, dokter tersentak kaget melihat wajah si Y yang sudah terkelupas dari kaki tangan hingga muka. Dokter bahkan sempat marah kepada keluarga, “Kok anak ini telat sekali diperiksa.” Keluarga tidak sempat menanggapi. Dokter sudah menyarankan si Y masuk ke ruangan praktek. Setelah proses pemeriksaan kurang lebih setengah jam, dokter keluar dan bilang, “Penyakitnya aneh. Keadaan tubuhnya normal, tidak ada bibit penyakit di dalamnya. Ini pertama kali saya mendapatkan penyakit kulit yang tak punya penyebab,” kata Dokter. Kulit terkelupas badan kelihatan membengkak tapi di dalam tubuh tidak ada masalah sama sekali. Keluarga pun mulai putus asa ketika mendengar pernyataan itu. Tak lama kemudian dokter memberiKAN obat herbal dari Cina untuk dioleskan ke kulit yang terkelupas. Ia memberikan obat itu gratis kepada si Y, yang seharusnya obat itu 1 botol Rp600 ribu dan ia memberikan satu dos yang isinya 8 botol. Ia cuma bilang, “Semoga ini bisa membantu mengurangi penyakit ini jika aku sudah mendengar anak ini sembuh pasti saya sangat senang.”
Sekitar 2 jam di rumah dokter, akhirnya keluarga dan si Y beranjak pamit dan pulang ke salah satu rumah keluarga di Makassar. Setibanya di rumah yang dituju keluarga pun turun dari mobil dan langsung mengajak si Y istirahat di salah satu kamar depan. Keluarga pun mulai berembuk kembali untuk mencari jalan yang tepat untuk pengobatan si Y. Jalan medis sudah tidak mungkin lagi. Satu-satunya harapan adalah pengobatan di kampung dengan mengandalkan orang-orang pintar di kampung. Akhirnya keluarga semua bersepakat untuk pulang ke kampung setelah 2 hari di Makassar. Karena keadaan si Y itu semakin buruk, berdoa dan terus berdoa agar kesembuhan itu bisa menghampiri adalah harapan satu-satunya meskipun putus asa sering terus membayangi. Sesekali wajah semangat yang sering ditunjukkan si Y membuat kita menjadi tegar meskipun tersenyum dalam penderitaan. Satu harapan yang tak terukur selalu kita percayai bahwa Tuhan tidak pernah memberikan cobaan di luar kemampuan umatnya.
Keluarga pun tak hentinya mencari info tentang pengobatan penyakit itu, tapi kebanyakan mengarah pada dukun karena lewat penanganan medis sudah dilakukan namun keputusannya jelas bahwa ini penyakit tidak bisa dijelaskan melalui medis. Maka satu-satunya cara adalah pengobatan lewat orang-orang pintar hingga akhirnya salah satu keluarga dari ibu yang tinggalnya di daerah Bugis dan ia memang sering menyembuhkan banyak penyakit dan bahkan penyakit yang dibuat orang sekalipun, ia bisa sembuhkan, ia meminta si Y untuk dibawa ke rumahnya dan melakukan pengobatan di sana. Setelah beberapa hari di sana si dukun ini bilang bahwa betul penyakit ini penyakit yang dikirim orang, jadi biarkan anak ini saya rawat di rumah saja. Keluarga pun menyetujuinya. Sebelum keluarga beranjak dari kediaman yang mengobati si Y, istri dukun berpesan kepada kami bahwa jika nanti kami memberikan kabar ke kalian bahwa si Y sudah dalam keadaan baik, tolong dijaga jangan dibeberkan karena orang yang mengirimkan penyakit itu bisa saja tidak jauh dari kita dan takutnya ia mendengar kalau si Y sudah mulai sehat, pasti orang itu akan kirim lagi penyakit itu yang mengantar pun mengerti dan berusaha menjaga informasi tersebut.
Perkembangannya terus dipantau keluarga. Alhasil setelah beberapa hari di sana, si Y merasakan ada perubahan. Hingga sudah mendekati setahun, ia sudah lumayan membaik, bahkan kulitnya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Sebuah kabar yang bisa mendamaikan perasaan keluarga. Karena mendengar kabar itu, keluarga pun bilang ke orang yang mengobati ini yang juga masih ada hubungan darah bahwa si Y kami serahkan sepenuhnya sama bapak karena ia bisa nyaman di sini. Yang mengobatinya pun mengiyakan dan bahkan ia mau mengangkatnya sebagai anak. Tak terasa si Y benar-benar sudah mulai pulih dari penyakit itu, bahkan sudah hampir 3 tahun. Di saat itu pula yang mengobatinya pun menelepon keluarga dan bilang bahwa si Y sudah bisa dibawa pulang ke rumah karena ia sudah merasa pulih. Kulitnya pun sudah hampir sempurna kembali. Akhirnya si Y pun dijemput dan dibawa pulang ke rumahnya, tapi ia pun tetap dibawa dalam keadaan tersembunyi dalam arti jangan sampai dibeberkan, bahkan yang mengobati memberikan pesan kalau bisa di rumah saja dulu, dan begitu sampai di rumah lakukan ritual terlebih dahulu di kampung. Hal ini memang sering dilakukan jika ada yang baru sembuh dari penyakitnya. Kalau di tempatku namanya “Samaya” (semacam doa). Hal itu pun disetujui keluarga, sebelum berangkat keluarga dan tuan rumah berdoa terlebih dahulu sebelum si Y dibawa pulang ke kampung. Setelah itu mereka pamit dan langsung melakukan perjalanan ke kampung. Sesampainya di kampung dilakukanlah apa yang disarankan oleh bapak yang memberikan pengobatan selama ini ke si Y.
Hal itu pun dilakukan. Setelah selesai, keluarga pun merasa lega melihat si Y sudah bisa bercerita layaknya dulu bersama dengan keluarga, tapi ia tetap di dalam rumah bahkan ia jarang sekali keluar. Setelah 6 bulan di kampung, entah apa yang terjadi tiba-tiba penyakit itu kembali datang. Nampaknya ada yang tau bahwa si Y sudah dalam keaadaan sehat. Mungkin orang yang biadab yang mengirimkan penyakitnya ini tau sehingga ia mengirimkan kembali. Penyakit itu berlaku sama saat awal-awal, bahkan jika malam hari ia teriak kayak orang yang kena bakar, benar-benar mengagetkan seluruh keluarga. Karena keadaannya semakin memburuk bahkan melebihi saat penyakit itu datang di awal, hampir setiap malam teriak kepanasan, kulitnya pun mula terkelupas begitu tragis dan sangat memukul bagi keluarga, bahkan beberapa keluarga sudah emosi dan kadang mengeluarkan kata makian untuk orang-orang yang mengirimkan penyakit itu. Akhirnya kakak si Y pun kembali lagi ke orang yang selama ini mengobatinya. Ia di panggil datang ke rumah. Sorenya ia pun datang bersama dengan kakak korban. Waktu melihat kondisi Y, bapak yang pernah merawatnya selama hampir 3 tahun hampir pingsan. Entah karena melihat keadaan si Y yang langsung kritis entah hal lain, bapak ini langsung memeluk si Y sambil berkata, “Sabar Nak.” juga beberapa keluarga sudah meneteskan air mata melihat apa yang menimpa salah satu dari keluarga kami.
Setelah 1 hari 1 malam keadaannya tidak pernah berubah, bahkan tambah parah. Bapak tersebut sudah mengeluarkan kata makian juga serasa ia ngomong sama seseorang. Akhirnya bapak ini meminta untuk diambilkan air putih lalu kemudian ia beri mantra lalu kemudian di oleskan ke kayu yang ia bawa yang kira ukuran kayunya sebesar ibu jari. Lalu kayu tersebut diletakkan di tangan si Y dan ia disuruh menggenggamnya dengan keras. Beberapa menit kemudian si Y kelihatan tidak sadarkan diri dengan mata tertutup. Semua orang di sekelilingnya panik menyaksikan kejadian tersebut. Keadaan menjadi berubah ketika bapak yang melakukan pengobatan ini memberi pertanyaan ke si Y. Ia pun menjawabnya. Ini beberapa pertanyaan yang saya masih ingat.
B (Orang yang mengobati)
B: kamu kenapa?
Y: Saya disiksa
B:Siapa yg menyiksamu
Y: orang yang benci sama orang tuaku
B: Namnya siapa?
Y: …….. (maaf dianonimkan)
Setelah mendengar nama yang ia sebut, kakak si Y langsung pingsan tak sadarkan diri. Ternyata orang yang melakukan hal itu adalah orang terdekat dalam keluarga kami. Hanya karena ada perselisihan antara orang tua si Y dengan orang tersebut, akhirnya di berujung dendam. Hasil obrolan dari si Y saat ia pingsan sangat panjang. Ia menceritakan bagaimana ia disiksa. Intinya ini adalah persoalan orang tua. Dalam obrolan si Y saat ia tak sadarkan diri bahwa orang itu sasarnya memang orang tua, namun karena di orang tua juga punya ilmu yang kebal dengan hal-hal itu, makanya tidak mempan akhirnya anaklah yang jadi sasaran. Ia pun menceritakan bagaimana kronologinya ia disiksa lewat penyakit yang dikirimkan ke dia. Si Y menderita kulit terkelupas itu akibat percampuran antara cabe telur dan kalajengking. Prosesnya ketika penyakit itu dikirim adalah 3 bahan tersebut dimasak. Jika dimasak maka penyakit itu sudah mulai bekerja. Maka dapat dibayangkan bahwa bagaimana pedasnya cabe kemudian direbus dengan kalajengking, dan efeknya adalah terkelupas menyerupai kulit kedua telur (ini pernyataan si Y).
Setelah ia terbangun, si Y langsung terbaring lemas. Yang mengobatinya pun serasa putus asa, bahkan ia bilang bahwa orang yang melakukan hal ini punya ilmu yang sangat luar biasa. Andaikan saya mengerti dari awal mungkin penyakit ini bisa dikembalikan, namun karena sudah terlambat. Yang mengobatinya pun terus berusaha sesuai kemampuanya, bahkan si Y masih bisa melihat keluarga selama 5 tahun lebih sejak ia menderita sakit hingga akhirnya Tuhan memanggil dia.
Kejadian ini adalah duka yang takkan pernah terlupakan dalam sejarah keluarga kami. Aku hanya berdoa penderitaan yang dialami almarhum selama sakit itu digantikan Tuhan dengan keabadian yang kekal, dan memberinya terang bagi yang melakukan hal keji dan biadab tersebut. Luka duka dendam dalam keluarga kami boleh dibilang sulit dihilangkan dengan kejadian tersebut. Hingga hari ini jika aku mengingat kejadian itu ingin meneteskan air mata dan berkata mengapa Tuhan membelokkan kematian ke umatnya dengan cara demikian. Tapi apa pun itu kami tetap percaya bahwa Tuhan tidak pernah menjadi penonton pasif. Ia selalu bertindak pada setiap karya yang dibuat manusia karena ia potensi murni dalam segala hal. Tak ada tindakan tanpa konsekuensi.
Oleh : Fandi
Penulis lahir di Mamasa, putra ke 2 dari 4 bersaudara, saat ini menempu pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana (SLATIGA), S1 Jurusan Fakultas Ilmu Sosil dan Ilmu Komunikasi. Aktif di organisasi internal ekstenal, saat ini menjabat sebagai wakil Humas, dan Juga Ketua Jaringan Mahsiswa Sosiologi se_Jawa, Korwil II, Jateng.
Tulisan ini dimuat di Kompasiana: http://sosok.kompasiana.com/2013/11/04/5-tahun-bergelut-dengan-penyakit-yang-di-kirim-orang-605085.html
0 komentar :
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !