Headlines News :
Home » , » Den Upa Rombelayuk: 45 Tahun Membela Perempuan Adat Toraja

Den Upa Rombelayuk: 45 Tahun Membela Perempuan Adat Toraja

Written By Unknown on Sabtu, 12 Mei 2012 | 19.05


TCN -- Meskipun sulit mencari alasan mengapa ingin membantu kaum perempuan adat, namun Den Upa Rombelayuk tetap berjalan dengan hatinya; di mana perempuan tak akan pernah mendapat hak-haknya bila kepercayaan diri tak pernah ada pada diri mereka.
“Sebenarnya perempuan adat Toraja lebih beruntung karena memiliki hak waris dan punya sistem kendali pada keluarga. Namun sayangnya banyak perempuan Toraja tidak memiliki baju-baju bagus untuk sehari-hari, jadi banyak yang tak percaya diri,” urai Den Upa’ kepada SH, di sela penyelenggaraan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) IV di Tobelo, Halmahera Utara, akhir April 2012.
Lantaran ketimpangan tersebut, Den Upa’ berinisiatif melakukan perbaikan-perbaikan. Mulanya ia bergabung dengan kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Tak puas dengan itu, ia bergabung juga dengan kelompok perempuan persekutuan agama gereja Toraja. Aktivitas Den Upa’ pun berlabuh pada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Walda yang mengkhususkan diri pada perjuangan persamaan hak-hak perempuan.
Puncak kariernya didapat ketika ia kemudian terpilih sebagai Kepala Desa Nenggala di Toraja Sulawesi Selatan, pada 1992. Pada pemilihan tersebut, Den Upa’ mengalahkan dua kandidat lain yang adalah kaum pria. “Karena kemenangan itu, banyak yang kemudian menyebut saya sebagai Talawai, yang dalam bahasa Toraja, artinya ayam betina yang mirip ayam jantan,” cerita ibu delapan anak ini.
Posisi sebagai kepala desa membuatnya makin leluasa dalam memperjuangkan kaum perempuan. Hingga akhirnya ia bisa mengubah aturan adat Kombongan. Adat Kombongan merupakan adat tentang musyawarah desa yang pada saat itu masih melarang perempuan ikut campur di dalamnya.
“Karena saya sebagai kepala desa, akhirnya bisa juga acara adat Kombongan dihadiri kaum perempuan. Hanya sayangnya waktu itu perempuan adat belum banyak bicara, tapi paling tidak kaum perempuan sudah memiliki hak baru untuk turut serta dalam Kombongan,” paparnya.
Usai menjabat kepala desa, perjuangan Den Upa' tak berhenti sampai di situ saja. Ia bergabung dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Partisipasinya dalam berbagai kegiatan AMAN terlihat nyata. Mulai dari menjabat sebagai Koordinator wilayah timur pada Kongres III AMAN di Pontianak hingga menjabat di Dewan AMAN untuk wilayah Sulawesi Selatan. Perjuangannya memperkuat kaum perempuan makin menunjukkan bukti saat Kongres AMAN ke-IV digelar di Tobelo.
Dalam kongres tersebut, untuk pertama kalinya terjadi pertemuan perempuan adat seluruh Nusantara. Ketua panitia pertemuan itu, Romba Marannu Simboliggi merupakan salah seorang anak dari Den Upa’.
Inspiratif
Bagaimanapun Den Upa Rombelayuk menjadi sosok yang inspiratif bagi masyarakat di sekelilingnya. Yang unik, sebuah media pengambilan keputusan di dalam warga kampungnya, disebut Kombongan, tidak akan sah tanpa kehadiran warga kampung yang lengkap termasuk kehadiran kaum perempuan.
Di Toraja, jauh sebelum Upa lahir, kaum perempuan Toraja sudah dapat menjadi pemimpin seperti bupati sejak zaman Belanda. Kendati, misalnya, kepemimpinan yang dimiliki oleh perempuan itu didapatkan karena alasan status sosialnya seabgai seorang dari keluarga bangsawan, misalnya. Justru situasi ini berubah setelah penerapan sistem pemerintahan desa yang tertuang dalam UU No 5/1990.
Kombongan pun kehilangan fungsi dan kebiasaan yang selama ini telah disepakati. Peran dan mekanisme pengambilan keputusan kemudian digantikan dan posisi di dalam desa diganti oleh kaum lelaki. Kaum perempuan tak lagi memiliki peran untuk pembuatan keputusan, para perempuan hanya dapat menerima hasil dari setiap keputusan.
Hingga di 1985 di saat suaminya terpilih sebagai kepala desa, dia memanfaatkan kesempatan untuk bersama ibu-ibu mengadakan kegiatan dari menjahit, memasak, atau berkebun—kendati semuanya masih melulu urusan rumah tangga. Mereka, para perempuan ini, selain dapat memperkuat ekonomi keluarga, juga kemudian malah ikut memberikan pendidikan untuk anak-anak.

Den Upa' kembali terpilih di tahun 1992 dan dia menggunakan kesempatan dan peran yang dipercayakan kepadanya untuk menghidupkan lagi sistem lama dari desa itu, Kombongan. Segala aktivitas, peran, bahkan pengambilan keputusan akhirnya menyertakan kaum perempuan dalam kehidupan sehari hari dan keputusan bersama di dalam masyarakat. ***
Penuh Aktivitas
Kini menjelang usia yang makin senja, Den Upa’ telihat masih segar bugar dan penuh aktivitas. Di sela-sela kesibukannya ia juga terus bercengkerama dengan teman-teman dan handai taulan dari daerah lain, terutama para pejuang hak-hak perempuan.
Salah satu yang tetap menjadi impiannya adalah persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dia mengharapkan dalam kehidupan sehari-harinya, keduanya saling menghargai.
Meskipun mimpi tersebut masih dianggap angan-angan sampai saat ini, namun paling tidak ia telah memulai satu langkah awal yang mungkin menjadi langkah pembuka untuk ribuan langkah perjuangan hak-hak perempuan di masa mendatang.
(Sinar Harapan)
Bagikan :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !



PASANG BANNER INI PADA BLOG ANDA

Copy Kode HTML di Bawah Ini

<a href="http://www.mamasaonline.com"><img border="0" src="http://pijarpustakamedia.com/mamasaonline480x320.gif" width="480" hight="320"/></a>

SAMBUTAN BUPATI MAMASA

Selamat dan sukses atas diluncurkannya portal berita www.mamasaonline.com semoga bisa menjadi media pemersatu dan sumber informasi serta media kontrol yang berimbang,obyektif serta inspiratif dalam rangka turut serta berperan aktif dalam upaya pembangunan Mamasa kedepan. Salam dari kami berdua, Ramlan Badawi dan Victor Paotonan (Bupati & Wakil Bupati Mamasa).

VIDEO

TWITTER

FB FANS PAGE

 
Support : Mamasa Online | Johny Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. mamasa online - All Rights Reserved
Template by Mamasa Online Published by Mamasa Online